Banyak sekali ayat-ayat serta petunjuk yang Allah jelaskan dalam Al Quran Al Kariim berkaitan dengan kunci keselamatan hidup manusia dalam berekonomi . Semua bertujuan untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran Ekonomi di dunia short term maupun long term. Larangan Riba (Al Baqarah: 275-278, Al Imran: 130, An-Nisa: 161, dll) yang menjadi salah satu penyebab utama kehancuran Ekonomi saat ini. Larangan korupsi (Al-Baqarah: 188) sebagai salah satu kontributor permaslahan Ekonomi dalam ranah birokrasi. Bahkan lebih umum lagi larangan memakan harta tanpa adanya keridhoan pemiliknya baik melalui jual beli atau akad lainnya (An-Nisa: 29) dan permasalahan lainnya yang harus dikaji dan digali lebih dalam demi menyelamatkan kehidupan kita dari permasalahan ekonomi dunia yang pelik dan terlebih lagi keselamatan di akhirat nanti.
Adalah diantara surat cinta Allah dalam Al-Quran Al-Karim untuk manusia yaitu surat Al-Ma’un. Surat makkiyyah yang diturunkan setelah surat At Takatsur. Surat yang memiliki kandungan makna yang dahsyat menjawab permasalahan moral, sosial, ekonomi, serta spiritual. Dengan memahami maknanya, meresapi, serta mengamalkannya dengan sepenuh hati, permasalahan ekonomi, sosial, moral, dan permasalahan lainnya akan terselesaikan dengan pasti.
Pada awal surat Al-Ma’un, Allah Ta’ala memberikan peringatan adanya sekelompok orang yang Allah golongkan mereka sebagai pendusta agama. Pertanyaan yang Allah tunjukkan sebagai bentuk pengingat bagi hamba-Nya agar terhindar dari karakter tersebut. Selanjutnya pada ayat ke dua, Allah ta’ala memulai dengan karakter orang yang menghardik, menyakiti, dan tidak menyantuni anak yatim. Perhatian pada dimensi moral, yang menjadi landasan utama diutusnya rasul di muka bumi. Dalam hadist lain Rasulullah Shallallah ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa kedudukan mereka, yang menyantuni anak yatim dan rasul di hari akhir nanti, seperti dua jari telunjuk dan tengah yang berdampingan (H.R. bukhori). Betapa besar islam memposisikan moral sebagai dimensi yang menjadi perhatian khusus sebagai satu syarat terhindarnya pribadi dari sifat pendusta agama.
Pada Al-Ma’un ayat tiga Allah ta’ala melanjutkan dengan firman-Nya: “.. Dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin” (Al-Ma’un:3) redaksi “Yahuddlu” yang memiliki makna “Yahutstsu” atau menganjurkan memiliki maksud yang dalam. Maksud “Anjuran” lebih bermakna, dikarenakan ketika orang menganjurkan orang lain, maka secara tidak langsung telah melaksanakan terlebih dahulu. Ayat ini mendorong manusia untuk berkontribusi dalam meningkatkan velositas keuangan dengan cara berbagi makanan. Makanan yang dibeli dan diberikan kepada orang lain, terkhusus fakir miskin akan berakibat pada dua hal. 1) Perputaran uang yang cepat dengan belanja makanan yang meningkat, 2) Terberdayakannya ekonomi masyarakat yang kurang mampu.
Pada ayat ke empat dan lima, Allah memberikan perhatian khusus akan penegakan shalat dengan baik. Aktivitas yang berpengaruh besar meningkatkan spiritual, emosional, serta professionalitas individu dalam berperilaku (Al-Ankabut: 45). Baiknya pelaksanaan Islam secara menyeluruh berpengaruh besar pada baiknya pelaksanaan individu pada aspek-aspek kehidupan lainnya. Terlebih pada shalat yang menjadi indikator utama performance muslim di dunia ini. Termasuk Ekonomi Islam saat ini, adalah perwujudan dari totalitas muslim dalam melaksakan shalat lalu kemudian hal lain sesuai dengan perintah Allah ta’ala.
Ayat enam pada surat Al-Ma’un, Allah mengingatkan akan perhatian pada dimensi emosional yaitu larangan untuk ” Riya’. Riya’ sebagai penyakit utama ketika individu sampai pada tahap peningkatan kualitas. Riya’ atau keinginan untuk dipuji orang ketika melakukan sesuatu, menyebabkan orang tidak akan pernah totalitas dalam melaksanakan tugasnya. Termasuk tugasnya sebagai seorang muslim. Karenanya riya’ dikategorikan sebagai syirk ashgor (syik kecil) yang berpotensi besar pada timbulnya syirk akbar.
Ayat terakhir, Allah ta’ala mengingatkan pada kita kembali pada sharing wealth, berbagi kekayaan kita pada mereka yang membutuhkan. Allah berfirman : “dan mereka enggan memberi barang yang berguna”.
Dari seluruh ayat di atas, Allah memberikan besar pada dimensi sosial ekonomi dengan menekankan pada awal karakter (Al-Ma’un: 2) & akhir surat (Al-Ma’un: 7) individu pendusta agama sebagai orang yang mengabaikan aspek sosial ekonomi. Namun kembali semua aspek ekonomi tersebut tidak akan sempurna apabila aspek-aspek lain yang termaktub dalam surat Al-Ma’un diabaikan. Karena Islam adalah Diin yang Syamil lagi Kamil. Jalan hidup yang totalitas sesuai firman Allah: “Masuklah kalian dalam Islam secara Kaffah” (AL-Baqoroh:208). Oleh: Rizqi Zakia (Staf Humas STEI Tazkia)